![]() |
| Dokumentasi |
Tuntutan keras ini dilayangkan menyusul dugaan kuat bahwa operasional PT SKY telah melanggar standar pengelolaan lingkungan dan menimbulkan kerugian ekonomi serius bagi masyarakat dan pengusaha lokal di kawasan tersebut.
Aktivitas penumpukan cangkang sawit secara masif oleh PT SKY dinilai telah mengganggu aktivitas vital di area pelabuhan, yang merupakan objek vital negara, serta menciptakan dampak negatif yang meluas.
Penumpukan tersebut dilaporkan mengganggu kelancaran distribusi barang, yang pada gilirannya merugikan pengusaha lokal dan menurunkan pendapatan harian para supir angkutan cangkang sawit yang menggantungkan hidup mereka pada rantai pasok yang efisien dan adil.
BEM Nusantara Riau menyatakan bahwa pengelolaan stockpile yang dilakukan oleh PT SKY hanya menguntungkan segelintir pihak, sementara pelaku usaha kecil dan masyarakat sekitar dipaksa menanggung beban tekanan ekonomi.
Lebih lanjut, mahasiswa menyoroti potensi pelanggaran terhadap ketentuan tata ruang kawasan industri dan ancaman terhadap stabilitas lingkungan yang ditimbulkan oleh praktik operasional perusahaan.
Adapun tiga poin tuntutan utama yang disampaikan oleh BEM Nusantara Riau adalah:
* Meminta Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Kabupaten Siak segera mencabut izin operasional dan kontrak stockpile PT Shinergi Kharisma Yudha di KITB Tanjung Buton.
* Meminta pemerintah memberi ruang kepada pelaku usaha lokal dan memastikan keberpihakan terhadap supir angkutan serta pekerja rakyat, bukan kepada korporasi yang merampas ruang ekonomi masyarakat.
* Menegaskan bahwa BEM Nusantara Riau akan mengawal persoalan ini hingga tuntas melalui jalur advokasi, gerakan moral, serta langkah konstitusional lainnya.
Koordinator BEM Nusantara Riau Kota Pekanbaru, Maulana Ikhsan, menegaskan bahwa mahasiswa tidak akan tinggal diam melihat ketidakadilan ini.
"Kami mendesak Pemprov Riau dan Pemkab Siak agar segera mencabut izin PT SKY. Kepentingan rakyat, terutama supir angkutan dan pengusaha lokal, harus diutamakan, bukan kepentingan korporasi yang merampas ruang ekonomi masyarakat daerah," ujar Maulana Ikhsan, memberikan penekanan pada tuntutan pertama mereka.
Maulana Ikhsan melanjutkan dengan menggarisbawahi pentingnya peran pemerintah daerah dalam melindungi ekonomi lokal.
"Pencabutan izin adalah langkah awal untuk memastikan keberpihakan pemerintah kepada pelaku usaha lokal. Kami meminta pemerintah memberikan ruang yang adil kepada mereka dan memastikan bahwa setiap kebijakan di KITB benar-benar pro-rakyat," tambahnya, merujuk pada tuntutan kedua BEM Nusantara.
Maulana Ikhsan juga menyampaikan peringatan keras kepada Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Kabupaten Siak.
"Jika dalam waktu dekat tidak ada sikap tegas yang jelas dari Pemprov dan Pemkab Siak, maka kami pastikan BEM Nusantara Riau akan melakukan gerakan lanjutan secara terbuka sebagai bentuk perlawanan konstitusional terhadap praktik yang tidak berpihak kepada rakyat," Jelas Maulana Ikhsan.
"Kami tidak akan ragu menggunakan hak konstitusional kami untuk memperjuangkan keadilan ini. Kami akan mengawal isu ini sampai tuntas melalui jalur advokasi, gerakan moral, dan semua langkah konstitusional yang memungkinkan," tutup Maulana Ikhsan, mengakhiri pernyataannya.

