Pembangunan tower di kawasan Bukit Cahaya sejak tahun 2021 kini menuai sorotan. Proyek tersebut diduga tidak mengantongi izin resmi dan berdiri di atas lahan yang berstatus konservasi.
Lokasi yang seharusnya berfungsi sebagai area pelestarian alam itu kini mulai berubah wajah akibat aktivitas pembangunan yang terus berlanjut.
Berdasarkan pantauan di lapangan, sedikitnya terdapat sepuluh titik pembangunan yang dilakukan, Dari jumlah tersebut, satu titik terindikasi kuat berada di kawasan yang tidak sesuai dengan ketentuan tata ruang dan melanggar fungsi konservasi. Aktivitas alat berat dan pekerja masih terlihat di area tersebut, meski belum jelas legalitas proyek itu.
Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, secara tegas disebutkan bahwa pembangunan atau kegiatan yang mengubah fungsi kawasan konservasi dilarang keras.
Pasal 40 ayat (2) menyebutkan, pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenai sanksi pidana dengan ancaman hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda mencapai Rp200 juta.
Tak hanya itu, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga menegaskan larangan melakukan kegiatan pembangunan tanpa izin di wilayah hutan lindung maupun kawasan konservasi.
Bahkan, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 28 Tahun 2019 memperkuat ketentuan bahwa setiap aktivitas di kawasan tersebut wajib memiliki izin khusus dari instansi berwenang.
Jika mengacu pada regulasi tersebut, pembangunan tower di Bukit Cahaya berpotensi melanggar beberapa aturan sekaligus. Salah satu pasal yang relevan, yakni Pasal 100 Tahun 1998, menegaskan bahwa dalam lahan konservasi dilarang keras dilakukan kegiatan pembangunan atau perusakan vegetasi yang dapat mengubah ekosistem alami.
Fungsi utama lahan konservasi sendiri adalah menjaga keseimbangan ekosistem, melindungi keanekaragaman hayati, serta menjadi penyangga lingkungan dari ancaman bencana ekologis. Selain itu, kawasan ini juga berperan penting sebagai sumber penelitian, pendidikan, dan pelestarian yang menjadi bagian dari kekayaan alam nasional.
Menelisik hal tersebut, jika pembangunan tower itu terus dibiarkan tanpa penegakan hukum, bukan hanya merusak fungsi ekologis, tetapi juga membuka celah bagi pelanggaran serupa di masa depan.
Dampaknya bisa berujung pada hilangnya vegetasi asli, serta menurunnya daya dukung lahan terhadap kehidupan satwa endemik di kawasan itu.
Sebagai bentuk perimbangan informasi, awak media mencoba mengkonfirmasi Kasi IV BKSDA Provinsi Riau selaku Kepala Resort Dumai Tri Witanto melalui sambungan pesan singkat WhatsApp, namun sampai berita ini dinaikkan Tri Witanto memilih bungkam.

